Selasa, 18 Maret 2014

TEORI-TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENALARAN

(Tugas 1)

PENALARAN DALAM TEORI AKUNTANSI

Setiono (dalam Muslimin, 2004) menjelaskan bahwa menurut teori penalaran moral, moralitas terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk. Moralitas pada dasarnya dipandang sebagai pertentangan (konflik) mengenai hal yang baik disatu pihak dan hal yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik tersebut mencerminkan keadaan yang harus diselesaikan antara dua kepentingan, yakni kepentingan diri dan orang lain, atau dapat pula dikatakan keadaan konflik antara hak dan kewajiban.

Hurlock (1978) mengemukakan bahwa tingkah laku moral berarti tingkah laku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Pengertian ini hampir sama dengan pendapat sebagian besar ahli psikologi dalam menerangkan masalah moral. Penganut teori behaviorisme menyatakan bahwa moral itas identik dengan konfonnitas terhadap aturan-aturan sosial. Nilai moral merupakan evaluasi dari tindakan yang dianggap baik oleh anggota masyarakat tertentu. Dengan demikian jelas bahwa pemahaman moral merupakan proses internalisasi dari norma budaya atau norma dari orangtua (Setiono, 1993).

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg,Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

Penalaran Hukum
Penalaran hukum (legal reasoning) adalah kegiatan berpikir problematis tersistematis (gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum dapat didefinisikan sebagai kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset).

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia yang menghubungkan data/fakta yang ada sehingga memperoleh suatu simpulan.  Fakta/data yang akan digunakan dalam penalaran itu boleh benar atau tidak.     Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.  Dari proses penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.

I.  JENIS-JENIS PENALARAN

1. Penalaran Induktif adalah penalaran yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktisf sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis.

Penalaran Induktif: Khusus-Umum

a. Generalisasi, proses penalaran berdasarkan pengamatan atau sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum.
Contoh: Orang Jawa tidak suka berterus terang.

b. Analogi, kesimpulan tentang kebenaran sesuatu ditarik berdasarkan pengamatan terhadap gejala yang memiliki kemiripan.
Contoh: Hawa nafsu adalah kuda tunggangan yang akan membawamu meraih ambisi, sementaraa agama adalah kendali untuk mengendalikan tungganganmu agar tidak liar,mementalkan, menyeret, dan menginjak-injak dirimu.

c. Sebab-akibat, semua peristiwa harus ada penyebabnya, namun seringkali orang sampai pada kesimpulan tidak sah (karena sikap pribadi,takhayul, prasangka,pandangan politik), yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri.
Contoh: Sebagian besar siswa mendapat nilai buruk karena pada waktu ulangan ada kucing hitam yang melintas di halaman.

2. Penalaran deduktif adalah proses penalaran atau proses berfikir dari hal-hal yang bersifat umum (general) yang kemudian dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang bersifat khusus.

Penalaran Deduktif: Umum-Khusus

Penalaran yang didasarkan atas prinsip, hukum, teori, atau putusan yang berlaku umum.
Contoh:
Semua makhluk akan mati.
Manusia adalah makhluk.
Karena itu, semua manusia akan mati.

a.       Silogisme
Deduksi menggunakan silogisme atau entinem sebagai alat penalarannya.
Silogisme adalah proses yang menghubungkan 2 proposisi yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan.
Silogisme:
- premis mayor(dianggap benar)
- premis minor(peristiwa khusus)
kesimpulan

Beberapa ketentuan silogisme:
1. Hanya terdiri dari tiga proposisi.
2. Jika mengandung premis positif dan negatif maka kesimpulannya negatif.

Contoh: Semua mahasiswa PGSD tidak perlu menempuh mata kuliah BI
Andi mahasiswa PGSD
Jadi, Andi tidak perlu menempuh mata kuliah

Faktor – faktor penalaran deduktif :
1. Pembentukan Teori
2. Hipotesis
3. Definisi Operasional
4. Instrumen
5. Operasionalisasi

Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar